Sistem self-assesment dalam pajak memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk menghitung sendiri jumlah pajak yang terutang. Sebagai bentuk pengawasan, Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dapat menerbitkan ketetapan pajak yang dapat mengubah jumlah pajak terutang melalui pemeriksaan. Namun, bagaimana jika kita merasa besaran pajak pada yang harus dibayar pada ketetapan pajak tersebut tidak sesuai? Untuk mengatasi masalah ini, ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan memfasilitasi para Wajib Pajak dengan memberi mereka hak untuk mengajukan keberatan pajak.
Lantas, apa sebenarnya pengertian dari keberatan pajak? Apa yang membuat seorang Wajib Pajak bisa menggunakan hak ini?
Pengertian Keberatan Pajak
Berdasarkan isi dari Pasal 25 ayat (1) UU KUP, dapat disimpulkan bahwa keberatan pajak adalah tindakan yang dapat diusahakan oleh Wajib Pajak bila tidak sepakat dengan hasil pemeriksaan pajak yang tertera dalam ketentuan pajak.
Salah satu faktor yang melatarbelakangi keberatan pajak adalah Wajib Pajak dan pemeriksa berbeda pandangan saat menangani suatu masalah perpajakan. Kondisi tersebut sebenarnya merupakan hal yang lazim terjadi akibat peraturan perpajakan yang cukup dinamis serta perbedaan interpretasi ketentuan. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 yang terakhir diubah dengan PMK Nomor 202/PMK.03/2015 (PMK-202/2015).
Langkah-Langkah Pengajuan Keberatan Pajak
Jika ingin mengajukan keberatan pajak, Anda harus memenuhi tata cara yang telah ditetapkan. Ketentuan pengajuan tersebut adalah:
- Membuat permohonan pengajuan secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
- Mencantumkan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak yang disertai dengan pertimbangan-pertimbangan yang mendasari penghitungan.
- Tiap pengajuan keberatan hanya dapat berlaku untuk satu surat ketetapan pajak, satu pemungutan pajak, atau satu pemotongan pajak.
- Wajib Pajak sudah memenuhi pajak yang harus dibayar setidaknya mencapai jumlah yang telah disepakati oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir.
- Permohonan dapat diajukan dalam rentang waktu 3 bulan yang dihitung sejak surat ketetapan pajak dikirim atau sejak pihak ketiga melakukan pemotongan atau pemungutan pajak. Jika toleransi waktu tersebut tidak dapat dipatuhi, Wajib Pajak harus menunjukkan kondisi yang menghalanginya dari memenuhi ketentuan tersebut.
- Surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak. Jika Wajib Pajak tidak dapat menandatangani surat tersebut, maka wajib disertai dengan surat kuasa.
- Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan seperti yang dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP.
Setelah semua ketentuan dipenuhi, Wajib Pajak dapat mengirimkan surat keberatan ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang terdapat di wilayah Wajib Pajak. Setelah itu, DJP akan mengeluarkan keputusan maksimal 12 bulan terhitung sejak surat keberatan diterima.
Saat ini, DJP melayani juga masalah penyampaian surat keberatan dalam jaringan melalui platform e-objection. Langkah-langkahnya adalah:
- Akses laman Ditjen Pajak online di www.djponline.go.id lalu pilih menu e-objection.
- Setelah itu, isi surat keberatan berdasarkan petunjuk yang ada.
- Lalu, Wajib Pajak harus menunjukkan alasan keberatan dengan cara mengunggah dokumen atau mengetik dalam kolom komentar. Dokumen yang diunggah harus berukuran maksimal 5 MB.
- Surat keberatan kemudian ditandatangani secara elektronik dengan menggunakan passphrase dan mengunggah berkas sertifikat elektronik.
- Surat keberatan dapat dikirimkan pada pilihan yang tersedia, kemudian Wajib Pajak akan menerima bukti pengiriman melalui email yang telah didaftarkan. Bukti ini juga dapat diunduh di platform e-objection.
- Hubungi Kantor Pelayanan Pajak jika sistem tidak berhasil melakukan validasi data.
Tata Cara Pencabutan
Perihal pencabutan juga diatur dalam PMK-202/2015. Pastikan prosedur yang dijalani Wajib Pajak memenuhi aturan berikut ini:
- Permohonan dibuat secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
- Surat ditandatangani langsung oleh Wajib Pajak atau disertai surat kuasa jika berhalangan
- Surat permohonan disampaikan ke KPP di lokasi Wajib Pajak terdaftar dengan tembusan pada DJP dan Kepala Kanwil DJP selaku atasan dari Kepala KPP di wilayah tersebut.
Ingat, permohonan pencabutan ini memiliki dampak hukum, yakni Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pembatalan atau pengurangan atas surat ketetapan yang tidak benar.
Lalu, mengenai masalah pencabutan pengajuan atas keberatan yang berkaitan dengan masa pajak, tunggakan pajak dalam SKPKB, termasuk SKPKBT yang tidak disetujui di akhir pemeriksaan, serta bagian tahun pajak, khususnya 2008 dan setelahnya, dianggap sebagai utang pajak dan berlaku sejak penerbitan surat ketetapan pajak. Demikian informasi mengenai prosedur pengajuan dan pencabutan keberatan pajak.